1.
ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
A. Menulis
sebagai hasil proses bernalar
Menulis sebagai suatu keterampilan
berbahasa merupakan hasil proses berpikir kita tentang sesuatu . Hal ini dapat
kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat kepada orang lain,
misalnya saat berbicara, pikiran kita berkonsentrasi, berproses, kemudian
menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun juga
terjadi tatkala kita menulis suatu topik. Untuk menulis suatu topik kita harus
berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan, mempertentangkan,
mencari faktor penyebab dan akibatnya, dan lain-lain.
B.
Arti Penalaran
Menurut Minto Rahayu, (2007 :
35), “Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh
kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar
akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas
berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran.
Bernalar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan
keyakinan seseorang, karena penalaran mendidik manusi bersikap objektif, tegas,
dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”. Dalam sumber
yang sama, Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran adalah proses berpikir yang
logis dengan berusaha menhubung-hubungkan fakta untuk memperoleh suatu
kesimpulan. Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas
penalaran seseorang. Penalaran akan terlihat dalam pola pikir penyusun karangan
itu sendiri. Fakta adalah kenyataan yang dapat diukur dan dikenali. Untuk dapat
bernalar, kita harus mengenali fakta dengan baik dan benar. Fakta dapat
dikenali melalui pengamatan, yaitu kegiatan yang menggunakan panca indera,
melihat, mendengar, membaui, meraba, dan merasa. Dengan mengamati fakta, kita
dapat menghitung, mengukur, menaksir, memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan,
dan menghubung-hubungkan. Jadi, dasar berpikir adalah klasifikasi”.
Jadi Pengertian dari penalaran adalah sebuah
proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik)
yang menghasilkan beberapa konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi-– proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar. Proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses
berfikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan yang
bertolak belakang dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang
diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa
fakta, informasi, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
Proses inilah yang disebut menalar. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah
atau tidak ilmiah.
C. Hal-hal Yang Berhubungan Dengan Penalaran
Ada 2 jenis dalam
penalaran yaitu Induktif dan Deduktif
A.
Induktif
Adalah penyusunan /penarikan kesimpulan dengan metode pemikiran
yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk menentukan
hukum (kaidah) yang umum.
Proses
penalaran ini bergerak mulai dari penelitian dan evakuasi atas fenomena-fenomena
yang ada.semua fenomena harus diteliti dan dievakuasi terlebih dahulu
sebelummelangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif
Hal-hal
yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat induktif terdiri
dari 3 macam,yaitu:
a) Generalisasi dan Spesifikasi
Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan
pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau
sebagaian dari gejala serupa. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang
diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang
diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut
dengan generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum
untuk semua atau sebagian gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi
mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam
pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan
fakta-fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan
spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Contoh :
Murid laki-laki itu pergi ke sekolah, dia memakai seragam
sekolah.
Murid perempuan itu pergi ke sekolah, dia memakai seragam
sekolah.
Generalisasi : Semua murid yang pergi ke sekolah memakai seragam
sekolah.
Generalisasi dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu :
-
Generalisasi dengan
loncatan induktif.
Generalisasi dengan loncatan Induktif adalah
generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki
diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki. Contoh : Hampir
seluruh remaja di Indonesia sudah menggunakan handphone Blackberry.
-
Generalisasi tanpa loncatan induktif.
Generalisasi tanpa loncatan induktif
adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan
diselidiki. Contoh : sensus penduduk.
b. Analogi
Analogi adalah suatu
perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara
membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan
yang pertama.
Jenis-jenis analogi :
a. Analogi induktif.
Analogi induktif, yaitu analogi
yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik
kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena
kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk
membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.
Contoh : Nindy terpaksa di cutikan dari
Universitas Gunadarma karena terlambat mengisi KRS. Tria juga akan di cutikan
dari Universitas Gunadarma jika dia terlambat mengisi KRS.
b. Analogi deklaratif.
Analogi deklaratif merupakan
metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih
samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena
ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan
hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Contoh : metode pengajaran
yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya haruslah memiliki waktu yang
efektif. Pemberian materi kepada mahasiswa sebaiknya sesuai dengan kapasitas
mahasiswa sejauh mana mahasiswa dapat menampung materi yang diberikan. Sama
halnya dengan ember yang terus menerus diisi air, pada akhirnya akan tumpah
juga jika terus menerus diisi dengan air.
3. Hubungan Kausal (sebab-akibat)
Hubungan sebab dan akibat adalah
sebuah bentuk fenomenal yang menghasilkan sesuatu dari dampak yang diakibatkan
dari suatu makna kalimat kemudian digabungkan didalam satu kalimat.
Menurut hukum kausalitas semua peristiwa yang
terjadi di dunia ini terjalin dalam rangkaian sebab akibat. Tidak ada satu
gejala atau kejadian yang muncul tanpa penyebab. Pertama, satu atau beberapa
gejala yang timbul dapat berperan sebagai sebab akibat, atau sekaligus sebagai
akibat didasari gejala sebelumnya dan sebab gejala sesudahnya. Kedua, gejala
atau peristiwa yang terjadi dapat ditimbulkan oleh satu sebab atau lebih, dan
menghasilkan satu akibat atau lebih. Ketiga, hubungan sebab dan akibat dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya ketika seorang ibu melihat awan menggantung, ia
segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakan itu terdorong oleh
pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) pertanda akan turun hujan (akibat).
Hujan (sebab) akan menjadikan yang dijemurnya basah (akibat).
Contoh :
Masalah pengangguran merupakan masalah serius
yang harus diselesaikan pemerintah, seperti beberapa waktu lalu diberitakan
dimedia cetak dan ibu kota, bagaimana ribuan pencari kerja hars berdesakan
bahkankan pingsan untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut laporan media cetak hal
ini terjadi karena dalam waktu dekat ini banyak perusahaan menufaktor yang akan
tutup. Sehingga harus melakukan PHK. Selain itu minimnya kahlian atau rendahnya
kualitas SDM menjadi faktor penyebab banyaknya pengangguran di ibukota.
Contohnya dalam menggunakan preposisi spesifik
seperti:
Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah
kusentuh dingin.)
Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat.
(atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.)
Agaknya sejarah timbulnya
hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kasual) dapat ditelusuri kembali
sampai pada saat mula timbulnya inteligensia manusia. Secara historis
bukti-bukti itu dapat dicatat kembali sejak abad kelima sebelum masehi, dari
seorang filusuf Yunani yang bernama Leucippus, yang mengatakan bahwa Tidak ada
sesuatu pun terjadi tanpa sebab, tiap hal mempunyai sebab…. (nihil fit sine
causa). Dengan mengutip pendapat filsuf ini, tidak berarti bahwa jauh
sebelumnya belum ada pengetahuan tentang sebab akibat itu.
Untuk tujuan praktis
dapat diterima sebagai dasar bahwa semua peristiwa mempunyai sebab yang mungkin
dapat diketahui, bila manusia berusaha menyelidikinya dan memiliki pengetahuan
yang cukup untuk melakukan penyelidikan itu. Dalam dunia modern ini,
kadang-kadang hubungan antara sebab dan akibat tertentu tidak mudah diketahui.
Tetapi itu tidak berarti bahwa apa yang di catat sebagai suatu akibat tidak
mempunyai sebab sama sekali.
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung
dalam tiga pola berikut:
– Sebab ke akibat
– Akibat ke sebab, dan
– Akibat ke akibat
A. Sebab ke Akibat
Hubungan sebab ke
akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang di anggap sebagai sebab
yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju kepada suatu kesimpulan sebagai
efek atau akibat yang terdekat. Efek yang ditimbulkan oleh sebab tadi dapat merupakan
efek tunggal, tetapi dapat juga berbentuk sejumlah efek bersama-sama, atau
serangkaian efek. Misalnya kalau saya menekan tombol lampu menyala; Penekanan
tombol sebagai satu sebab akan menimbulkan satu efek yaitu lampu menyala.
Tetapi hujan sebagai satu sebab akan menimbulkan efek serentak, yaitu:
tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh banjir, pakaian yang
dicuci tidak lekas kering, mereka yang tidak tahan udara lembab atau dingin
akan jatuh sakit, dan sebagainya. Sebaliknya sebab dan akibat berantai terjadi:
misalnya kenaikan harga minyak menyebabkan para penyalur bahan makanan
menaikkan harga-harga bahan makanan, harga bahan makanan naik menimbulkan
kesulitan hidup, kesulitan hidup dalam semua bidang menyebabkan kaum buruh
menuntun kenaikan upah, dan seterusnya.
B. Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke
sebab merupakan suatu proses berpikir yang induktif juga dengan bertolak dari
suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak
menuju sebab – sebab yang mungkin telah menimbulkan akibat tadi.
Contoh :
Ada seorang pasien pergi ke dokter karena
merasa sakit didadanya. Dokter yang di minta bantuannya harus menemukan
sebabnya untuk memberikan pengobatan yang tepat. Ia menetapkan bahwa sakit
didada pasien disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran bertolak dari akibat
yang diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker).
Hubungan kausal diatas dapat di uji
kebenarannya melalui prosedur – prosedur berikut : Apakah cukup terdapat sebab
untuk menghasilkan sebuah akibat? Harus didapat diyakini bahwa jalan pikiran
itu sudah cukup lengkap dan tidak akan dihalangi oleh faktor – faktor luar.
Cara lain yang dapat dipakai untuk menguji kebenaran sebab akibat adalah
mengajukan pertanyaan : apakah tidak mungkin ada sebab lain yang menimbulkan
akibat itu, maka proses penalaran tadi di anggap benar. Suatu proses penalaran
yang salah mengenai sebab – akibat ini adalah apa yang dinamakan post hoc ergo
propter hoc, yaitu jalan pikiran yang mengatakan “karena sesuatu terjadi
sesudah sesuatu hal yang lain, maka peristiwa itu disebabkan oleh hal yang
terjadi terlebih dahulu”.
Contoh : hari menjadi siang sesudah ayam
berkokok; sebab itu, ayam berkokok menyebabkan hari jadi siang.
C. Akibat Ke Akibat
Hubungan kausal
akibat ke akibat adalah proses penalaran dari suatu akibat menuju suatu akibat
yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat
tadi.
Contoh :
Terjadi sejumlah akibat karena turun hujan:
tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh air, jemuran basah
kembali, dan sebagainya. Ketika seorang ibu kembali dari belanja dari pasar
yang jauh dari rumahnya, iya melihat tanah menjadi becek dan selokan penuh air.
Melihat kondisi ini, ia lantas mengambil kesimpulan bahwa jemuran yang
seharusnya sudah kering, menjadi basah kembali. Dalam hal ini, ia sama sekali
tidak berfikir bahwa jemuran menjadi basah Karena tanah yang becek atau kerena
selokan penuh air, tetapi semua efek dari suatu sebab umum yang sama yaitu
hujan.
Dalam mempergunakan pola penalaran
ini,penulisan atau pembicara harus yakin dengan sungguh – sungguh bahwa
terdapat suatu sebab umum bagi kedua sebab itu.
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses
penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku
khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini
disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni
dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang
lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari
suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
Contoh :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum)
dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif
sebagai prestasi sosial dan penanda status social.
Ciri-ciri paragraf berpola deduktif
Paragraf berpola deduktif memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di awal paragraf
2) Diawali dengan pernyataan umum disusul
dengan uraian atau penjelasan khusus
3) Diakhiri dengan penjelasan
4) Jika semua premis benar maka kesimpulan
pasti benar
5) Semua informasi atau fakta pada kesimpulan
sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Hal - hal yang berhubungan dengan penalaran
deduktif
Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :
- Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan
kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan
sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah
rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Jenis penalaran deduktif yang menarik
kesimpulan secara tidak langsung yaitu:
1.Silogisme Kategorial :
Silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi. Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan
kesimpulan yang kategoris. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya
membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak
anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat
dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek
dalam kesimpulan disebut premis minor.
Contoh :
Premis Mayor : Tidak ada manusia yang abadi
Premis Minor : Socrates adalah manusia
Kesimpulan : Socrates tidak abadi
Kaedah- kaedah dalam silogisme kategorial
adalah :
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term
yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu
premis mayor, premis minor, dan kesimpulan
3. Dua premis yang negatif tidak dapat
menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan
pasti negative.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan
simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat
ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya khusus, simpulan akan
bersifat khusus.
8. Dari premis mayor khusus dan premis minor
negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
2. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Menurut Parera (1991:
131) Silogisme hipotesis terdiri atas premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan. Akan tetapi premis mayor bersifat hipotesis atau pengadaian dengan
jika … konklusi tertentu itu terjadi, maka kondisi yang lain akan menyusul
terjadi. Premis minor menyatakan kondisi pertama terjadi atau tidak terjadi.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotesis:
1. Silogisme hipotesis yang premis minornya
mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Silogisme hipotesis yang premis minornya
mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Silogisme hipotesis yang premis minornya
mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan
dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak
dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak
penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah. Jadi mahasiswa tidak turun
ke jalanan.
Kaedah- kaedah Silogisme Hipotesis
• Mengambil konklusi dari silogisme hipotesis
jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di
sini adalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan
konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak
terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana.
(tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak
terlaksana
Contoh :
a) Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka
panen akan gagal
Premis Minor: Hujan tidak turun
Konklusi : Sebab itu panen akan gagal.
b) Premis Mayor : Jika tidak ada air, manusia
akan kehausan.
Premis Minor : Air tidak ada.
Kesimpulan : Manusia akan kehausan.
3. Silogisme Akternatif
Silogisme yang terdiri atas
premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis
minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak
alternatif yang lain. Proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang
menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi tergantung dari premis
minornya. Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit
dan silogisme disyungtif dalam arti luas.
Silogisme disyungtif dalam arti sempit
mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus
Jadi, la bukan tidak lulus
Silogisme disyungtif dalam arti luas premis
mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Xsa di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi, di pasar
Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun
arti iuas mempunyai dua tipe yaitu:
1. Premis minornya mengingkari salah satu
alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang
lain.
2. Premis minor mengakui salah satu
alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang
lain.
Kaedah-kaedah silogisme alternatif :
1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit,
konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur
penyimpulannya valid
2. Silogisme disyungtif dalam arti luas,
kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila premis minor mengakui salah satu
alterna konklusinya sah (benar)
Contoh :
Rizki menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
Rizki menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru
b. Bila premis minor mengingkari salah satu a
konklusinya tidak sah (salah)
Contoh :
Penjahat itu lari ke Surabaya atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Surabaya. (Bisa jadi ia lari
ke kota lain).
Rifki menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa jadi ia seorang pedagang)
Contoh :
Premis Mayor : Nenek Sumi berada di Bandung
atau Bogor.
Premis Minor : Nenek Sumi berada di Bandung.
Kesimpulan : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di
Bogor.
- Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi
secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau
tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui. Silogisme ini jarang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau Enthymeme berasal
dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah
sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian
ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan
bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas,
istilah “enthymeme” kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang
tidak lengkap dari bentuk selain silogisme.
Menurut Aristoteles yang ditulis dalam
Retorika, sebuah “retorik silogisme” adalah bertujuan untuk pembujukan yang
berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk
pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang diperpendek.
Contoh :
Rumus Entimen:
PU : Semua A = B : Pegawai yang baik tidak
pernah datang terlambat.
PK : Nyoman pegawai yang baik.
S : Nyoman tidak pernah datang terlambat
Entimen : Nyoman tidak pernah datang terlambat
karena ia pegawai yang baik
Refrensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar